MEDAN, Index Sumut – Mengacu kepada PIHPS (Pusat Informasi Harga Pangan Strategis), harga gula pasir mengalami kenaikan di wilayah Sumatera Utara.

Harga gula pasir dalam sepekan terakhir ini naik Rp250 per Kg. Dimana Kota P.Siantar, Sibolga, harga gulanya sudah ditransaksikan rata-rata Rp15.250 per Kg. Mengalami kenaikan dari posisi Rp15 ribu per Kg.

Ketua Tim Pemantau Harga Kebutuhan Pangan di Sumut, Gunawan Benjamin menyebutkan, kenaikan harga gula sendiri belakangan juga terjadi pada harga gula di pasaran global.

“Harga gula mengalami kenaikan sejak awal tahun 2023. Dimana di awal tahun harga gula kasar (raw sugar) ditransaksikan di kisaran level $20 per pound. Namun saat ini harga gula kasar ditransaksikan di kisaran harga $26 per pound (Lbs). Harga gula kasar dunia mengalami kenaikan sekitar 30% dibandingkan harganya di awal tahun,” ujarnya, Rabu (27/9).

Namun, lanjutnya, harga gula di tanah air khususnya di wilayah Sumut tidak lantas mengalami kenaikan harga yang seirama dengan kenaikan harga gula kasar di pasar internasional. Meskipun harga gula di tanah air terpantau naik, tetapi tidak sebesar kenaikan harga gula internasional. Mengingat Indonesia juga masih mampu menghasilkan kebutuhan gulanya sendiri, meskipun sebagian kebutuhan lainnya khususnya untuk gula industri dipenuhi dengan cara diimpor.

“Untuk wilayah di Sumut sendiri, pasokan gula domestik dipenuhi oleh pabrik gula di Sei Semayang dan pabrik gula Kuala Madu. Namun untuk harga gula kedepan, ini sangat tergantung dari sisi pasokan gula di tanah air khususnya di wilayah Sumut. Kalau konsumsinya diproyeksikan tidak mengalami perubahan yang signifikan,” ujarnya.

Akan tetapi, katanya, kenaikan harga gula kasar di pasar global, cukup potensial menjadi pendorong kenaikan harga gula di wilayah Sumut. Ditambah lagi India juga membatasi ekspor gulanya.

Dampak dari perubahan iklim juga sangat mempengaruhi produktifitas gula pasir. Pohon tebu pada saat masa pertumbuhan membutuhkan curah hujan yang tinggi, namun menjelang dipanen lebih membutuhkan musim kering yang berlangsung setidaknya selama dua bulan.

“Produktifitas gula di luar Sumut seperti di Lampung dan Pulau Jawa memang lebih baik dibandingkan dengan wilayah Sumut. Dimana meskipun terjadi el nino, justru Sumut masih tetap sering diguyur hujan. Dan perubahan iklim saat ini, seperti kehadiran el nino membuat tanaman tebu bisa saja terganggu produktifitasnya. Terlebih jika musim kering terjadi di saat memasuki masa tanam tebu,” pungkasnya. (MR)

Share: