MEDAN, Index Sumut – Kinerja IHSG pada hari ini terjebak di bawah level 6.900. Tidak terpaut lama setelah sesi perdagangan dibuka, IHSG mengalami keterpurukan dan terjebak dalam perdagangan sempit dalam rentang 6.850 hingga 6.880.
Analis Pasar Keuangan Sumut, Gunawan Benjamin menyebutkan, pelemahan IHSG pada hari ini tidak mampu mempertahankan level psikologis 6.900 sebagai benteng pertama untuk berkonsolidasi. Sementara itu, sejumlah bursa di Asia ditransaksikan di zona merah.
“IHSG yang dilanda aksi jual pada perdagangan hari ini tidak terlepas dari ekspektasi memburuknya kebijakan Bank Sentral AS yang masih ngotot akan menaikkan besaran bunga acuannya. Senada dengan pergerakan IHSG, mata uang rupiah juga ditransaksikan di zona merah di kisaran level 15.625 per US Dolar,” ujarnya, Rabu (4/10/2023) sore.
Gunawan mengatakan, kalau melihat kinerja IHSG yang terpuruk pada hari ini, dan berkaca kepada kinerja bursa Eropa yang sebagian di buka di zona hijau, IHSG berpeluang untuk tidak mengalami tekanan besar pada perdagangan besok.
“Ada potensi dimana IHSG akan rehat dari tekanan besar, meskipun bukan berarti akan bebas dari tekanan sepenuhnya. Dengan catatan tidak ada pernyataan hawkish dari pejabat Bank Sentral AS, ditambah dengan dukungan data ekonomi yang membaik,” katanya.
IHSG pada hari ini ditutup melemah 0.78% di level 6.886,58, dimana secara teknikal IHSG masih rawan untuk kembali turun nantinya. Dan potensi koreksi pada IHSG di perdagangan besok masih sangat terbuka. Sangat bergantung bagaimana situasi perdagangan di Eropa dan AS nantinya.
Sementara itu, harga emas terpantau diperdagangkan di zona merah. Emas ditransaksikan di kisaran level $1.822 per ons troy.
“Jika dirupiahkan harga emas saat ini ditransaksikan dikisaran 918 ribu per gramnya. Mengalami penurunan yang cukup tajam dalam sepekan terakhir. Tak ubahnya Rupiah, harga emas masih dibayangi oleh penguatan US Dolar yang terdorong dari peningkatan imbal hasilnya,” sebutnya lagi.
Menurutnya, daya tarik Rupiah belakangan meredup seiring dengan penguatan imbal hasil US Dolar, yang tercermin dari kenaikan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun.
“Belum bisa dipastikan sampai kapan situasi ini akan berakhir. Namun selama inflasi masih menghantui ekonomi di banyak negara, maka potensi kenaikan suku bunga yang dimotori oleh The FED terjadi, maka sejauh itu potensi rupiah akan melemah terhadap US Dolar,” pungkasnya. (IR)