JAKARTA, Index Sumut – Seabrek sentimen negatif, mulai dari pelemahan harga gas, berlimpahnya pasokan batu bara di China, kenaikan tarif jasa Pelabuhan di Muara Berau Samarinda, hingga merosotnya permintaan impor batu bara India dari Australia membuat harga batu bara kembali jeblok pada Selasa (3/10/2023).
Pada Senin (2/10/2023), harga batu bara Newcastle untuk kontrak berjangka Oktober 2023 turun US$ 4,85 menjadi US$ 149,65 per ton. Sedangkan kontrak berjangka November 2023 terkoreksi US$ 6,75 menjadi US$ 149,35 per ton. Sedangkan kontrak berjangka Desember 2023 melorot US$ 6 menjadi US$ 152 per ton.
Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, sebagaimana dilansir investor.id, Rabu (4/10/2023), harga batu bara Rotterdam untuk kontrak berjangka Oktober 2023 melemah US$ 4,85 menjadi US$ 120,80. Sementara itu, kontrak berjangka November 2023 turun US$ 6,25 menjadi US$ 118,75. Serta, kontrak berjangka November 2023 jatuh US$ 6,45 menjadi US$ 118,25.
Harga gas lanjut melemah pada Selasa (3/10/2023). Hal ini disebabkan prospek pasokan yang kuat yang mencakup peningkatan aliran pipa dari Norwegia dan tingkat penyimpanan yang sehat pada awal musim pemanasan. Harga gas kontrak November turun 5,3% menjadi 37,22 per MWh.
Hal ini ditambah lagi dengan melimpahnya pasokan batu bara di China. Provinsi Shanxi yang kaya akan batu bara di China mengalami produksi batubara mentah mendekati 900 juta ton dalam delapan bulan pertama tahun ini di tengah upaya untuk meningkatkan produksi guna menjamin pasokan, kata otoritas setempat.
Produksi batu bara di Shanxi, wilayah penghasil batu bara terbesar di Tiongkok, melampaui 898 juta ton selama periode tersebut. Angka itu naik 4,4% dibandingkan tahun lalu dan mencakup hampir sepertiga dari total produksi batu bara di Tiongkok, menurut biro statistik provinsi.
Tidak hanya itu, perubahan tarif jasa di Pelabuhan Muara Berau yang berlaku mulai tanggal 1 Oktober 23 telah berdampak pada aktivitas pemuatan. Oleh karena itu, PT Multisarana Avindo telah menyatakan force majeure untuk pengapalan Flame SA di pelabuhan Muara Berau sejak tanggal 1 Oktober karena adanya permasalahan transhipment ship-to-ship dengan PT. Pelabuhan Tiga Bersaudara, badan pelayanan pelabuhan.
Sentimen negatif lainnya berasal dari laporan baru yang diterbitkan oleh IEEFA India dan JMK Research and Analytics menunjukkan mengapa para penambang batu bara metalurgi Australia tidak boleh terlalu bersemangat dengan prospek ekspor ke negara tersebut. Sebab, India akan mengarahkannya untuk membuat baja menggunakan hidrogen ramah lingkungan yang diproduksi di dalam negeri karena harganya semakin murah.
Tidak hanya itu, India bermaksud mendiversifikasi sumber impornya. Pada tahun fiskal 2022, India memperoleh 70% dari 57 juta ton impor batu bara metalurgi dari Australia. Sejauh ini pada tahun fiskal 2023 angka ini telah turun menjadi 50%. India tidak ragu untuk mengimpor lebih banyak batu bara metalurgi dari Rusia, dan sedang menyelidiki impor dari Mongolia untuk meningkatkan produksinya.
Selain itu, India bermaksud untuk memproduksi lebih banyak batubara metalurgi untuk mengurangi impor. Mission Coking Coal India bertujuan untuk meningkatkan produksi batubara metalurgi lebih dari dua kali lipat menjadi 140Mtpa pada 2030. (red)