MEDAN, Index Sumut – Harga bawang merah di Sumatera Utara melonjak tajam dan menjadi penyumbang utama inflasi pada bulan Juli. Inflasi Sumut tercatat sebesar 0,76%, dan bawang merah tercatat sebagai komoditas dengan lonjakan harga tertinggi.

“Jika di bulan Juni harga bawang merah masih di kisaran Rp30 ribu per kilogram, kini naik signifikan hingga menembus Rp50 ribu per kilogram,” ungkap Gunawan Benjamin, Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut, Minggu (3/8).

Kenaikan itu terkonfirmasi secara konsisten di berbagai panel harga, termasuk Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), dengan rerata kenaikan sebesar 17,5%. Penurunan pasokan dari Pulau Jawa disebut sebagai pemicu utama gejolak harga ini.

Menurut Gunawan, Sumut selama ini sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah. “Sekitar 80% bawang merah kita dipasok dari Sumatera Barat, sementara sisanya berasal dari daerah lokal, seperti Kabupaten Samosir. Jawa sendiri kini enggan memasok ke Sumut karena harga jual lokal di sana lebih kompetitif,” jelasnya.

Namun, masalah tak berhenti pada ketergantungan pasokan luar daerah. Gunawan menyoroti adanya persoalan mendasar dalam budidaya bawang merah lokal di Sumut, terutama dalam hal kualitas bibit.

“Dari hasil pengamatan langsung kami, banyak petani mengeluhkan kualitas bibit yang buruk. Dulu, dari 100 kg bibit bisa panen hingga 3 ton. Sekarang, dengan perlakuan yang sama, hasil maksimal hanya 1,5 ton. Dalam satu karung bibit ukuran 25–30 kg, hanya sekitar 35% yang layak tanam dengan hasil optimal,” ujarnya.

Petani mengklaim bahwa masa semai yang ideal minimal 120 hari pun sulit dicapai karena bibit didatangkan dari luar, terutama dari Jawa. Akibatnya, produktivitas menurun drastis dan membuat Sumut semakin tergantung pada pasokan luar.

Untuk mengatasi persoalan ini, Gunawan menawarkan dua solusi kunci.

“Pertama, edukasi petani untuk bisa menyemai bibit berkualitas secara mandiri. Pemerintah bisa fasilitasi pelatihan ke Jawa agar petani lokal memahami tekniknya. Kedua, pendampingan dalam penyediaan bibit unggul lokal. Kita perlu observasi dan penelitian untuk menemukan bibit yang cocok ditanam di Sumut,” jelasnya.

Gunawan optimistis, jika dua solusi ini diterapkan secara serius, Sumut bisa lebih mandiri dalam produksi bawang merah. Bahkan, potensi menjadi sentra baru pun terbuka lebar, mengingat selain Jawa, Sumatera Barat juga memiliki sumber daya manusia berpengalaman dalam budidaya komoditas ini.

“Ketahanan pasokan pangan, khususnya bawang merah, hanya bisa dicapai jika kita menyelesaikan masalah dari hulu, bukan sekadar mengandalkan pasokan luar saat harga sudah naik,” pungkas Gunawan. (R)

Share: