
Medan, Index Sumut — Setelah meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, pasar keuangan kini kembali diarahkan pada serangkaian data ekonomi penting yang akan dirilis dalam sepekan ke depan. IHSG dan Rupiah kompak menguat pagi ini, meski tekanan dari kawasan regional masih terasa akibat data manufaktur Tiongkok yang belum membaik.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah di level 6.936, mengikuti kecenderungan bursa saham Asia yang bergerak mixed dengan bias melemah. Sebaliknya, nilai tukar Rupiah menguat ke posisi Rp16.195 per dolar AS, terdorong oleh pelemahan imbal hasil US Treasury serta USD Index yang turun ke kisaran 97,22.
“Rupiah mendapatkan angin segar dari memburuknya imbal hasil obligasi AS dan lemahnya indeks dolar. Ini memberi ruang penguatan bagi mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar Gunawan Benjamin, Pengamat Pasar Keuangan Sumatera Utara, Senin (30/6/2025).
Sentimen dari luar negeri cukup variatif. Data manufaktur Tiongkok atau Manufacturing PMI tercatat di level 49,7, menunjukkan kontraksi yang memperpanjang kekhawatiran atas lambatnya pemulihan ekonomi negeri tirai bambu. Data ini menjadi pembuka dari serangkaian agenda ekonomi penting sepanjang pekan ini.
Indonesia sendiri akan merilis data PMI Manufaktur, inflasi bulanan, serta neraca perdagangan, yang diperkirakan akan memberi arah lebih jelas bagi pasar domestik.
Dari sisi global, pelaku pasar menantikan pidato Ketua The Fed dan rilis data manufaktur AS, yang akan menjadi penentu arah kebijakan moneter ke depan. Menjelang akhir pekan, perhatian akan tertuju pada tingkat pengangguran AS, salah satu indikator utama kondisi ekonomi negeri Paman Sam.
“Dengan tensi geopolitik yang mereda, pelaku pasar kini kembali fokus ke fundamental ekonomi. Artinya, arah IHSG dan Rupiah akan lebih ditentukan oleh kinerja data ekonomi dan arah kebijakan moneter global dalam waktu dekat,” jelas Gunawan.
Sementara itu, harga emas dunia masih mengalami tekanan, ditransaksikan di kisaran $3.281 per troy ons, atau sekitar Rp1,71 juta per gram. Melemahnya harga emas menandakan berkurangnya minat investor terhadap aset aman (safe haven), seiring berkurangnya kekhawatiran geopolitik dan stabilnya ekspektasi pasar.
“Selama tidak muncul pemicu geopolitik baru, volatilitas pasar akan lebih terbatas. Fokus utama pekan ini adalah pada rilis data ekonomi dan sinyal dari bank sentral,” tutup Gunawan. (R)