MEDAN, Index Sumut – Sejak Bank Sentral AS memberikan isyarat atau kemungkinan kenaikan bunga acuan, mata uang US Dolar secara konsisten menguat terhadap banyak mata uang di dunia. Tanpa terkecuali terhadap mata uang Rupiah.

Analis Pasar Keuangan Sumut, Gunawan Benjamin menyebutkan, rupiah yang pada tanggal 3 Mei 2023 diperdagangkan di kisaran 14.680 per US Dolar, mengalami pelemahan hingga saat ini ditransaksikan di kisaran level 15.625 per US Dolar.

“Rupiah sudah terdepresiasi 6.5% sejak bulan Mei. Dan pelemahan rupiah ini juga diikuti dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang saat ini berjibaku di kisaran $90 per barel, telah memaksa pertamina menaikkan harga BBM non subsidi di awal bulan ini,” katanya, Rabu (4/10)

Padahal di bulan Mei harga minyak mentah dunia sempat ditransaksikan di bawah $70 per barel. Atau harga minyak dunia naik sekitar 28 persen jika dibandingkan bulan Mei.

“Dan pelemahan rupiah sejatinya akan menaikkan biaya impor. Dimana salah satunya adalah kenaikan biaya impor beras. Padahal kita mengetahui bahwa harga beras selama tahun berjalan sudah mengalami kenaikan, dan beras impor yang banyak digunakan dalam mengintervensi harga beras di tanah air sudah dinaikkan oleh Bapanas sekitar 15%,” ujarnya.

Sejauh ini, lanjut Gunawan, jika melihat tren perkembangan harga biji-bijian dunia memang menunjukan penurunan. Gandum, jagung, kedelai maupun beras masih dalam tren turun di tahun 2023 ini. Namun penguatan US Dolar merubah pergerakan harga pangan di masing-masing negara. Negara yang mengimpor bahan pangan dari negara lain akan sangat dirugikan dengan penguatan US Dolar tersebut.

“Kita tidak bisa menampik bahwa kenaikan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun menjadi alasan utama yang mendorong pelemahan rupiah, dan berdampak pada kenaikan harga sejumlah kebutuhan masyarakat di tanah air. Kenaikan harga BBM non subsidi pertamina, tidak bisa dielakkan karena sangat sensitif dengan perubahan harga minyak dunia dan penguatan US Dolar,” sebutnya.

Menurutnya, dampak dari kenaikan harga BBM non subsidi adalah kenaikan laju inflasi nantinya. Dan yang seharusnya kita khawatirkan adalah bahwa harga beras atau pangan lain yang mahal saat ini, justru tidak diikuti dengan kenaikan harga biji bijian global termasuk beras di dalamnya. Sehingga kita harus bersiap dengan kemungkinan situasi yang memburuk.

Dimana US Dolar melanjutkan tren penguatan, panen biji-bijian di banyak negara mulai menurun, ada gangguan perang atau geopolitik, kenaikan harga minyak mentah dunia hingga el nino yang berkepanjangan. Dan sampai saat ini yang sudah terlihat itu penguatan US Dolar, el nino yang masih berlanjut dan kenaikan harga minyak mentah dunia.

“Dan sisanya kita asumsikan menyusul terjadi kemudian. Walaupun tentunya kita tidak berharap demikian. Akan tetapi skenario terburuk tersebut perlu diantisipasi. Yang berarti adalah gangguan stabilitas harga pangan masih akan terjadi, dan laju tekanan inflasi masih berpeluang naik di masa yang akan datang khususnya di tahun depan. Ini harus diwaspadai dan perlu disiapkan kebijakan mitigasinya,” pungkasnya. (MR)

Share: