
Medan, Index Sumut — Setelah sebelumnya daging ayam mencatatkan tren penurunan konsumsi, kini giliran daging sapi yang mengalami hal serupa di Sumatera Utara. Meskipun harga di pasaran relatif stabil, namun penurunan daya beli masyarakat tercermin dari menurunnya permintaan di tingkat peternak dan produsen.
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga daging sapi di wilayah Sumut saat ini berada dalam rentang Rp110.000 hingga Rp130.000 per kilogram. Harga tersebut terpantau stabil selama beberapa pekan terakhir dan tidak menunjukkan adanya gejolak signifikan.
Namun menurut Gunawan Benjamin, Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut, stabilitas harga ini tidak mencerminkan kondisi riil di tingkat produsen.
“Jika dilihat dari harga pasar, seolah-olah tidak ada masalah. Padahal, harga jual di tingkat peternak justru mengalami tekanan, bahkan bisa berada di kisaran Rp90.000 hingga Rp95.000 per kilogram,” jelas Gunawan, Kamis (19/6/2025).
Data observasi juga menunjukkan bahwa konsumsi daging sapi pada Triwulan I 2025 turun sekitar 10% secara tahunan (year-on-year). Bahkan jika dibandingkan dengan bulan Maret, konsumsi daging sapi anjlok antara 12% hingga 28% pada bulan April dan Mei 2025.
“Penurunan ini mirip pola konsumsi daging ayam yang juga drop setelah momentum Ramadan dan Idul Fitri. Tapi daging sapi punya tantangan lebih berat karena mayoritas konsumsinya bukan dari rumah tangga,” tambah Gunawan.
Pada bulan Mei, konsumsi daging sapi di Sumatera Utara masih didominasi oleh pedagang bakso sebesar 77%, disusul rumah makan/restoran 17%, dan rumah tangga hanya sekitar 7%. Ini menunjukkan bahwa penurunan konsumsi lebih berdampak langsung pada pelaku usaha kuliner rakyat.
Sementara itu, pemerintah pusat kini membuka impor daging sapi tanpa kuota. Menurut Gunawan, kebijakan ini positif dari sisi penciptaan lapangan kerja dan nilai tambah ekonomi, meski berpotensi memberi tekanan pada peternak lokal jika tidak diimbangi dengan proteksi yang proporsional.
“Impor tanpa kuota memang akan mengurangi ketergantungan pada daging beku, tapi harus ada strategi untuk melindungi peternak lokal dari potensi oversupply dan jatuhnya harga,” ujarnya.
Gunawan menegaskan bahwa perlambatan konsumsi protein hewani seperti daging sapi menjadi indikator penting atas melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, yang masih menjadi segmen mayoritas di daerah. (R)