
Medan, Index Sumut — Harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat di Sumatera Utara terus menunjukkan tren penurunan sejak usai Lebaran. Kondisi ini justru menimbulkan keresahan di kalangan petani dan peternak karena harga jual yang kian menjauh dari biaya produksi.
Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut, Gunawan Benjamin, mengungkapkan bahwa harga daging ayam di Kota Medan dan sejumlah kota besar di wilayah timur Sumut saat ini diperdagangkan dalam kisaran Rp21.000 hingga Rp28.000 per kilogram.
“Harga tersebut jelas di bawah harga pokok produksi. Peternak ayam banyak yang merugi,” ujarnya.
Tidak hanya daging ayam, harga telur ayam pun berada pada kisaran Rp1.200–Rp1.800 per butir, cabai dijual Rp17.000–Rp23.000 per kilogram, dan harga daging sapi berada antara Rp110.000 hingga Rp130.000 per kilogram.
Komoditas lain seperti gula pasir dan minyak goreng juga mengalami penurunan harga menjadi sekitar Rp17.000 hingga Rp18.500 per kilogram.
Gunawan menjelaskan bahwa penurunan ini bukan semata-mata kabar baik bagi konsumen.
“Ini adalah sinyal lemahnya daya beli masyarakat. Permintaan turun, maka harga ikut merosot. Sayangnya, petani dan peternak jadi korban pertama dalam situasi seperti ini,” jelasnya.
Sebagai respons, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah insentif untuk merangsang konsumsi masyarakat. Beberapa program yang tengah digodok antara lain Bantuan Subsidi Upah (BSU), diskon tarif transportasi dan tol, bantuan pangan, hingga subsidi iuran kecelakaan kerja.
Namun Gunawan mengingatkan, efektivitas insentif-insentif ini masih perlu diuji.
“BSU memang jadi harapan utama untuk mendorong daya beli, tetapi dari total 95 juta pekerja, hanya sekitar 17,3 juta yang direncanakan akan menerima bantuan ini. Artinya, mayoritas pekerja berpenghasilan rendah belum tentu terjangkau program ini,” ujarnya.
Apalagi, tambahnya, saat ini masyarakat sedang menghadapi lonjakan pengeluaran menjelang tahun ajaran baru.
“Bisa jadi bantuan yang diberikan hanya akan menggantikan beban pengeluaran baru, bukan mendorong konsumsi tambahan yang memperlihatkan daya beli yang sebenarnya pulih,” ujarnya.
Gunawan menekankan pentingnya mengamati indikator-indikator lain yang mencerminkan permintaan agregat masyarakat.
“Kenaikan harga belum tentu berarti daya beli naik, begitu juga sebaliknya. Yang paling penting adalah peningkatan belanja nyata terhadap barang dan jasa,” tutupnya. (R)