Index Sumut – Awan kelabu menyelimuti pasar keuangan Asia pada perdagangan hari ini, Rabu (9/4). Bursa saham di kawasan ini dibuka di zona merah, tertekan oleh kekhawatiran investor terhadap kebijakan tarif tambahan Amerika Serikat terhadap China.

Pengamat Pasar Keuangan Sumut, Gunawan Benjamin menyebutkan, sentimen negatif tersebut menyeret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah ke arah pelemahan.

“Indeks Hang Seng memimpin pelemahan bursa regional dengan koreksi tajam lebih dari 4%. Tekanan datang menyusul pengumuman bahwa China akan dikenai beban tarif tambahan kumulatif sebesar 104%, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 9 April waktu AS,” ujar Gunawan.

Menurutnya, hal ini memicu kekhawatiran pasar akan eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut.

IHSG dan Rupiah Terpukul

Di dalam negeri, IHSG dibuka melemah ke level 5.978, terseret arus negatif dari pasar global. Perang dagang yang kembali memanas membuat pelaku pasar cenderung mengambil sikap wait and see.

Sementara itu, rupiah turut terdampak dan ditransaksikan melemah ke level Rp16.900 per dolar AS.

Tekanan terhadap rupiah diperparah oleh lonjakan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun yang kini menyentuh level 4,337%, naik signifikan dari posisi sebelumnya di 4%.

“Rupiah diproyeksikan akan bergerak dalam tren konsolidasi di bawah level psikologis 17.000 per dolar AS. Tanpa intervensi langsung dari Bank Indonesia (BI), potensi volatilitas tetap terbuka lebar. IHSG pun diprediksi akan melanjutkan pola menyesuaikan arah pasar Asia yang sedang lesu,” katanya.

Sentimen Global Makin Buruk

Dari sisi eksternal, tekanan pada rupiah juga dipicu oleh aksi jual dalam pasar obligasi AS. Lelang obligasi yang minim peminat membuat dolar AS kembali menguat.

“Kekhawatiran pasar akan perlambatan ekonomi AS dan potensi meningkatnya inflasi turut menjadi sentimen negatif tambahan yang membebani aset-aset berisiko,” katanya.

Di tengah tekanan di pasar saham dan mata uang, harga emas dunia relatif stabil di kisaran US$3.007 per ons troy, atau setara Rp1,64 juta per gram.

“Logam mulia masih menjadi aset pelarian di tengah ketidakpastian ekonomi global,” pungkasnya. (R)

Share: