
MEDAN, Index Sumut — Harga emas dunia kembali menorehkan rekor tertinggi dalam sejarah. Pada perdagangan hari ini, Rabu (16/4), harga emas diperdagangkan di level USD 3.273 per ons troy atau setara hampir Rp2 juta per gram di pasar domestik.
Biasanya, lonjakan harga seperti ini membuat masyarakat berpikir dua kali untuk membeli. Namun yang terjadi justru sebaliknya — antrean pembeli di butik-butik dan toko emas malah kian memanjang.
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin menyebutkan, fenomena ini menjadi menarik karena antusiasme masyarakat membeli emas justru meningkat di tengah harga yang melambung. Bukan semata karena kenaikan harga logam mulia tersebut, namun lebih dipicu oleh kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi global yang semakin tak menentu.
“Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China yang kembali memanas dalam dua pekan terakhir menjadi pemicu utama. Meski AS sempat menangguhkan penerapan tarif balasan, kebijakan resiprokal tersebut telah menanamkan persepsi negatif di kalangan masyarakat soal prospek ekonomi ke depan,” ujar Gunawan.
“Konflik dua negara ekonomi terbesar dunia itu telah mengguncang berbagai instrumen keuangan. Mata uang global, termasuk Rupiah, tertekan. Pasar saham melemah, aksi jual obligasi meningkat, dan sektor properti juga ikut terpukul. Terlihat dari melonjaknya penjualan properti serta turunnya harga sewa gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan,” sambungnya.
Di tengah situasi itu, emas kembali menjadi primadona. Bukan hanya karena nilainya yang stabil, tetapi juga karena sifatnya yang likuid dan dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman saat ekonomi global bergejolak. Kekhawatiran inflasi yang bisa melonjak akibat perang dagang turut memperkuat alasan masyarakat memborong emas.
“Bukan soal harga mahal atau murahnya, tapi soal keamanan nilai aset di tengah ketidakpastian,” ujar Gunawan.
Dengan akumulasi sentimen negatif yang terus membayangi, emas diprediksi masih akan menjadi incaran utama masyarakat dan investor dalam waktu dekat. Terlebih jika ketegangan geopolitik tak kunjung mereda dan ancaman resesi global makin nyata. (R)