MEDAN, Index Sumut – Ekspor karet alam asal Sumatera Utara (Sumut) pada April 2025 tercatat hanya mencapai 20.799 ton, menurun 4,00% dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 21.666 ton. Kendati demikian, volume tersebut masih mencatatkan kenaikan sebesar 16,33% dibanding April 2024 yang hanya sebesar 17.878 ton.

Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, menjelaskan bahwa turunnya ekspor kali ini menunjukkan tekanan berkelanjutan yang masih membayangi sektor karet alam di wilayah tersebut.

“Volume ekspor kita bulan April masih jauh dari kondisi normal yang idealnya bisa mencapai 42.000 ton per bulan. Ada sejumlah faktor utama yang memengaruhi, mulai dari gangguan cuaca, penurunan harga global, hingga kendala pasar ekspor,” jelas Edy Irwansyah di Medan, Rabu (28/5).

Ia mengungkapkan bahwa kondisi cuaca yang tidak menentu menyebabkan produksi lateks terganggu.

“Walaupun sudah masuk musim kemarau secara kalender, kenyataannya beberapa daerah kebun masih diguyur hujan. Ini membuat petani enggan menyadap karena hasil lateks tidak maksimal,” ujarnya.

Selain itu, harga karet di pasar global juga mengalami penurunan tajam. Harga rata-rata SICOM TSR20 pada April 2025 tercatat sebesar 171,15 sen AS/kg, jauh turun dari 198,21 sen AS/kg pada Maret. Hingga 7 Mei 2025, harga belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan signifikan dan hanya mencapai 170,5 sen AS/kg.

Edy menambahkan, tekanan juga datang dari sisi pasar ekspor. “Ekspor ke Amerika Serikat mulai terpengaruh oleh penerapan tarif dasar impor sejak April, sementara dari Eropa ada kekhawatiran seputar penerapan European Union Deforestation Regulation (EUDR) pada akhir Desember 2025,” katanya.

Regulasi ini menuntut seluruh produk berbasis karet berasal dari rantai pasok bebas deforestasi.

Berdasarkan data Gapkindo, pada April 2025, Sumut mengekspor karet ke 31 negara. Jepang masih menjadi tujuan utama dengan porsi 35,01%, disusul Amerika Serikat (15,53%), China (9,14%), Brasil (7,57%), dan Kanada (5,44%). Ekspor ke kawasan Eropa mencakup 12 negara dengan total kontribusi 10,51% dari total ekspor, menurun dibandingkan Maret yang mencapai 12,73%.

Menanggapi tantangan ke depan, Edy menekankan pentingnya kerja sama lintas pihak.

“Untuk mempertahankan akses pasar global, terutama Eropa, kita perlu fokus pada traceability dan kepatuhan terhadap prinsip keberlanjutan. Pemerintah, pelaku industri, dan petani harus bergandengan tangan untuk memetakan kebun, meningkatkan praktik ramah lingkungan, serta memperbaiki sistem logistik dan produktivitas,” ujarnya.

Menurutnya, keberlanjutan industri karet Sumut sangat bergantung pada dukungan terhadap petani kecil dan penguatan infrastruktur penunjang.

“Kalau kita ingin ekspor kembali ke tren positif dan stabil, maka semua elemen harus berperan aktif,” tutupnya. (R)

Share: