MEDAN, Index Sumut – Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan September mengalami kenaikan dari sebelumnya 122,9 menjadi 126,20 atau naik 2.61% dibandingkan dengan posisi bulan Agustus.
“Kenaikan nilai tukar petani ini menunjukan daya beli masyarakat petani mengalami pemulihan selama bulan September kemarin. Nilai tukar petani di Sumut didorong oleh pulihnya petani sektor perkebunan dan tanaman pangan,” ujar Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Senin (2/10/2023).
Jadi, menurutnya, bisa dengan mudah disimpulkan bahwa pemicu kenaikan NTP adalah karena harga CPO (minyak sawit) dan harga gabah. Kalau untuk harga gabah pada dasarnya sudah mengalami kenaikan sejak bulan Agustus sebelumnya. Dan tren naik harga CPO justru terjadi di bulan Agustus, berlanjut hingga harga tertinggi dicapai pada awal bulan September di kisaran 4.000 ringgit per ton.
“Namun, belakangan tren turun terjadi pada harga CPO, dimana saat ini ditransaksikan di kisaran 3.700-an ringgit per tonnya. Penurunan harga CPO dalam sebulan terakhir ini memang sangat berpeluang menjadi beban bagi NTP sektor perkebunan nantinya. Sementara untuk tanaman pangan tidak akan banyak mengalami perubahan. Karena harga gabah masih bertahan tinggi sejauh ini,” sebutnya.
Gunawan menyebutkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, NTP untuk sektor perkebunan di bulan September mencapai 160.07 dari posisi bulan Agustus sebesar 154.75. Sementara NTP untuk tanaman pangan naik menjadi 101.15 dari posisi sebelumnya 98.38. Kenaikan NTP tanaman pangan terbesar disumbangkan oleh tanaman padi yang naik hingga 3.13% di bulan September.
“Sehingga rilis BPS tersebut menunjukan bahwa petani di Sumut khususnya petani padi memang benar-benar mendapatkan berkah dari kenaikan harga gabah, terlihat dari besran NTP yang sudah di atas 100. Harga gabah saat ini di tingkat petani padi di wilayah Sumut ada di kisaran 6.300 hingga 6.700 per Kg nya. Hal inilah yang menyulut kenaikan harga beras belakangan ini,” ujarnya.
Dan rilis data BPS, lanjutnya, menunjukan bahwa inflasi secara bulanan (month to month) di bulan September sebesar 0.37%. Tidak jauh berbeda dengan ekspektasi sebelumnya di level 0.4%. Dimana kontribusi paling besar bagi kenaikan inflasi di bulan September disumbangkan oleh kenaikan harga beras. Sementara bawang merah, telur ayam dan cabai merah menyumbang deflasi.
“Untuk cabai merah saya mencatat mengalami kenaikan 0.7% di bulan September, yang memang sangat memungkinkan harga cabai lebih rendah dibandingkan dengan bulan Agustus jika mengambil sampel tempat yang berbeda,” pungkasnya. (IR)