
Index Sumut – Kebijakan suku bunga Bank Indonesia terus diarahkan secara forward looking dan pre-emptive untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2023 yang diluncurkan Gubernur BI, Perry Warjiyo, Rabu (31/1) lalu.
“Risiko utama tekanan inflasi pada 2024 sebagian besar berasal dari gejolak global, yaitu dampak pelemahan Rupiah serta tingginya harga energi dan pangan dunia terhadap harga barang-barang impor (imported inflation) dan harga pangan bergejolak (volatile food),” sebut Perry Warjiyo.
Sementara inflasi inti (core inflation) diprakirakan masih terkendali sejalan dengan kenaikan permintaan agregat yang masih di bawah kapasitas output potensial.
“Tekanan inflasi inti kemungkinan akan muncul sejak awal tahun 2025 dengan prakiraan akan semakin kuatnya kenaikan permintaan domestik pascaperalihan pemerintahan baru di Indonesia,” ujarnya lagi.
Sejalan dengan itu, lanjutnya, suku bunga BI Rate sebesar 6,00% akan dipertahankan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
“Ke depan, Bank Indonesia akan secara konsisten melakukan kalibrasi respons kebijakan suku bunga moneter secara terukur (well-calibrated), terencana secara matang (well-planned), dan komunikasi secara transparan (well-communicated) untuk memastikan tercapainya sasaran inflasi tersebut,” katanya.
Respons dimaksud didasarkan pada asesmen dinamika perkembangan, prospek dan risiko dari perekonomian global dan perekonomian domestik yang dapat menimbulkan tekanan inflasi dari waktu ke waktu (data dependence).
Koordinasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat dalam pengendalian inflasi harga pangan secara nasional dan di berbagai daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dengan mengerahkan seluruh 46 kantor perwakilan Bank Indonesia,” pungkasnya. (R)