
MEDAN, Index Sumut — Ketegangan di pasar keuangan global kembali memanas. Pasar saham Asia mayoritas dibuka di zona merah pada perdagangan pagi ini, Selasa (22/4), seiring sentimen negatif yang berasal dari pelemahan bursa saham Amerika Serikat (AS).
Ketegangan hubungan antara Presiden AS Donald Trump dan Gubernur Bank Sentral AS (The Fed) turut memperburuk suasana pasar, setelah sebelumnya pasar diwarnai ketidakpastian terkait kenaikan tarif perdagangan.
Presiden Trump kembali melanjutkan tekanannya kepada The Fed untuk segera menurunkan suku bunga acuan. Langkah ini dipandang pasar sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap independensi bank sentral, yang memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar.
“Di tengah gejolak tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mampu dibuka menguat di level 6.455. Meski begitu, pelaku pasar tetap mencermati sejumlah risiko eksternal yang berpotensi menekan pergerakan indeks,” ujar Pengamat Pasar Keuangan Sumut, Gunawan Benjamin.
Salah satu sentimen negatif yang membayangi pasar Asia pagi ini datang dari China. Pemerintah China secara tegas mengecam dan mengancam negara-negara yang berani melakukan negosiasi tarif dagang dengan AS.
“China menilai langkah tersebut berpotensi merugikan perekonomian mereka. Meski belum merinci bentuk ancaman yang akan diberikan, sikap keras Beijing ini menjadi sinyal bahwa eskalasi perang dagang bisa meluas ke negara-negara mitra dagang China,” ujar Gunawan.
Di sisi lain, nilai tukar Rupiah melemah ke level Rp16.830 per dolar AS pada perdagangan pagi. Pelemahan ini sejalan dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang kembali berada di atas 4,4%.
“Lonjakan yield tersebut dipicu oleh ketegangan politik antara Presiden AS dan pimpinan The Fed, yang meningkatkan ketidakpastian arah kebijakan ekonomi AS ke depan,” katanya.
Sementara itu, harga emas dunia terus melanjutkan reli-nya. Pagi ini, harga emas diperdagangkan di kisaran US$3.445 per troy ons, atau setara Rp1,87 juta per gram.
“Logam mulia tersebut terus mencetak rekor baru di tengah meningkatnya tekanan ekonomi global dan ketidakpastian pasar keuangan,” pungkasnya. (R)