MEDAN, Index Sumut – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada akhir perdagangan hari ini, Kamis (13/11), meski mayoritas bursa saham di kawasan Asia justru berakhir di zona hijau. IHSG tercatat turun 0,2 persen ke level 8.371,999, setelah sempat bergerak di rentang 8.354 hingga 8.418 sepanjang sesi perdagangan.
Pengamat Pasar Keuangan Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, menjelaskan pelemahan IHSG terjadi akibat aksi ambil untung (profit taking) oleh pelaku pasar. “Tekanan terbesar muncul di sesi perdagangan kedua, di mana sejumlah saham berkapitalisasi besar seperti BBCA, BRPT, BMRI, BBRI, hingga BREN mengalami koreksi,” ujarnya di Medan, Kamis (13/11).
Menurut Benjamin, pergerakan IHSG hari ini bersifat anomali, karena berlawanan arah dengan bursa regional Asia yang justru mencatatkan penguatan. Ia menilai pelemahan rupiah menjadi salah satu pemicu utama tekanan pada pasar saham domestik.
“Rupiah sepanjang perdagangan bergerak di zona merah dan ditutup melemah di level Rp16.720 per dolar AS. Padahal secara global, indeks dolar AS dan imbal hasil US Treasury justru menunjukkan pelemahan, yang seharusnya bisa menjadi katalis positif bagi mata uang domestik,” jelasnya.
Namun, lanjut Benjamin, pelemahan rupiah mengindikasikan pasar tengah mencermati ketidakpastian arah kebijakan suku bunga The Fed. “Ada kemungkinan pelaku pasar menilai The Fed masih akan mempertahankan suku bunga acuannya lebih lama. Spekulasi inilah yang membuat pergerakan pasar menjadi bias,” katanya.
Di sisi lain, harga emas dunia justru terus menanjak, di tengah meningkatnya kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi global. Hingga sore ini, harga emas dunia menembus level USD 4.232 per ons troy, atau setara sekitar Rp2,3 juta per gram.
“Ketidakpastian global dan potensi The Fed menahan bunga acuan menjadi bahan bakar utama bagi reli harga emas. Logam mulia ini kembali menjadi aset lindung nilai (safe haven) di tengah gejolak pasar,” pungkas Benjamin. (R)





